SAWANG SINAWANG
Karya : Hasan Maulana (XI IBB)
Terkadang kita sering menganggap hidup orang lain lebih dari kita, tetapi kita tidak pernah mengeluh. Jangan mudah silau dan iri melihat orang lain yang kelihatannya mewah dan gemerlap hidupnya “urip iku sawang sinawang” sepertinya hudup itu saling memandang dan menduga-duga. Dibalik gemerlap hidup seseorang pasti menyimpan problem yang disembunyikan, karena tidak ada kehidupan tanpa masalah.
Konon dikisahkan, terdapat desa yang berhampitan dengan sawah, darisawah kita bisa melihat pemandangan jalan tol yang panjang, huru-hara pengendara mobil, truk, bis dan sebagainya, dan juga pamandangan kerasnya kota. Hiduplah kelurga kecil yang masih lengkap, terdiri dari sang ibu dan ayah, dan dikaruniai 2 orang anak dari keduanya, hidup mereka tak terlalu mewah, dan tidak sederhana pula, untuk makan 1 hari 2 kali saja sudah merasa bahagia. Pendapatan keluarga tersebut, ada pada sang ayah dan anak pertamanya, sekitar seusia anak SMP. Anak itu tidak sekolah, ia rela putus sekolah demi keluarga kecilnya bisa hidup tanpa belenggu tanggungan.
Suatu ketika, Sang Ibu mendatangi Sang Ayah dan putra pertamanya di sawah, berjalan agak cepat dibawah panasnya terik matahari pagi menjelang siang. Sambil menuntun seorang gadis kecil yakni anak ke-2 dari pasangan tersebut, dan adik bagi si putra pertama. Ditangan kanannya terlihat 3 susun yang cantik, tentunya berisi makanan. Tadkala ibu dan seorang gadis kecil tersebut sampai di dekat sawah tempat ayah dan putranya bertani, ibu memanggilnya untuk sarapan bersama dibawah teduhan gazebo tua yang kelihatannya sudah 2 sampai 3 tahun, namunmasih berfungsi baik, maka ayah dan putranya tersebut menghentikan pekerjaannya sejenak, lalu menghampiri sang ibu dan gadis di gazebo tua itu. Maka berkumpulah keluarga kecil yang terlihat sangat bahagia untuk sarapan bersama di pinggir sawah, dibawah teduhan gazebo tua, sambil diiringi angin sepoi-sepoinya sawah yang berhembus
Di lain sisi, tak jauh dari desa tadi, terdapat perumahan bintang 5, sengaja dibangun di dekat pedesaan guna memanfaatkan pemandangan yang indah untuk para penghuninya. Hiduplah keluarga kecil yang terdiri dari pasangan suami istri dan satu anak laki-laki yang diasuh oleh pembantunya. Ayah tersebut bekerja di sebuah perusahaan negara, dan ibunya bekerja sebagai dokter di salah satu rumah sakit nasional, maka tinggalah sang anak di rumah bersama seorang pembantu perempuan paruh baya.
Suatu ketika ayah dari keluarga tersebut memiliki jadwal rapat, sehingga ia harus mengejar waktu guna datang tepat waktu, sehingga tidak bisa ikut sarapan bersama keluarga kecilnya, ia pun langsung berangkat tanpa sarapan nasi kecuali setengah potongan dari roti dan setengah gelas dari susu putih. Ia melewati jalan tol untuk mempercepat dan menghindari macet di jalan raya. Tadkala ia sedang menyetir mobil, ia melihat suatu pemandangan asik yang membuat hatinya terpaku, yakni keluarga kecil yang sedang senangnya berkumpul bersama dibawah tedugan gazebo tua, sambil sarapan bersama. Di setinggi gelak tawa ia berkata dalam hati “kapan ya aku bisa seperti itu, melepas penat bersama keluarga kecilku, bertukar cerita dengan sang istri, dan disertai gelak tawa” ucap sang pekerja kantoran itu dalam hati. Dan dilain sisi pula, keluarga kecil yang sedang sarapan dibawah teduhan gazebo tua, guna menghindari terik panasnya matahari pagi menjelang siang itu, sang putra melihat sebuah mobil dengan warna hitam legam, dengan gagahnya mobil itu melintasi jalan tol yang ada di depan mereka, sambil menyatakan seraya menunjuk mobil tersebut “lihat ayah, ibu bagus ya mobilnya, gagahkalo dilihat. Coba saja kita punya, pasti enak ya kan ayah....ibu....” sambil menatap ayah dan ibunya “enak ya orang yang memiliki seperti itu, ia bisa pergi sesuka hati tanpa takut kehujanan dan kepanasan” anak pertama itu melanjutkan bicaranya “iya nak.....tapi apakah daya keluarga kecil kita ini, untuk makan 2 kali sehari saja itu bagaikan keajaiban apa lagi untuk membeli mobil nak” senyum ibu sambil mengelus pundak anak pertamanya. “Tapi kita lhoo begini saja sudah lebih dari cukup senangnya, gak harus punya yang seperti itu, iya kan lee...” ucap ayah sambil menyubit kedua pipi gadisnya yang sedang asik sendiri memainkan sendok disertai air liur yang mengalir ke bawah di samping bibirnya. Pecahnya gelak tawa dari suatu keluarga kecil di pinggir sawah, dibawah teduhan gazebo tua itu, sebab sang ayah memecah suasana untuk tidak membahas kehidupan orang lain.
Tugas yang dikerjakan sudah bagus. Tetap semangat menulis!
BalasHapus