BASWARAKSA
Oleh : Aisya Jasmine P.H. (XI IBB)
Ketika sandyakala berhenti
tuk terus menyapa, ia tak mengubrisnya. Hingga pada akhirnya swastamita perlahan
memeluknya dengan kehangatan. Ia mulai samar-samar menyadari, rindang pohon
mulai mendayu kesana kemari dengan desiran angin seolah tak berhenti lalu asik
menari, bersama jatuhnya kristal air yang membasahi seluruh inti bumi dipagi
yang cerah ini.” Ara, ayo sekolah bareng?” Ucap anak laki-laki berumur 15
tahun. Gadis dengan sebutan “Ara”, perlahan menoleh dengan tersenyum kearah anak laki-laki itu. “Kita sekolah
bareng?, yang ada kita berdua ga bakal akur sa”,ucapku dengan bersandar didepan
pintu rumah .“Aksa Arkanathan”, itu lah namanya. Nama yang selalu menghantuiku
3 tahun belakangan ini.
Satu langkah… dua langkah… tiga
langkah… aku mengarungi jalanan yang sunyi, melangkah tak berarah. Memporak-parikkan
hati dengan pandangan kosong melewati seluruh tempat yang tersimpan banyak
kenangan indah, aku berhenti disuatu tempat terlihat sebuah gedung bertingkat
dengan ukiran khas dipinggir gedung-gedung, halaman hijau yang luas. Serba
hijau itulah yang ku lihat. ahh aku ingat, itu adalah sekolah yang merubah seluruh
hidupku, sekolah yang mempertemukanku dengan banyak orang, siapapun itu, apapun
itu tak terkecuali dengan dia.
“Ra..kita SMA bareng ya?”,pinta aksa.
“Ayo,nanti kita bareng-bareng terus
ya”.
“Siap bos”. Jawab aksa dengan gaya
ala hormat tentaranya.
“HAHAHAHA”. Kita tertawa bareng, indah…seru..
tiada hari tanpa bahagia bersama, apalagi
kalau ada aksa.
Aku menunduk dengan terus berjalan
hingga tak tau arah dan kemudian berhenti di suatu lapangan bernuansa hijau,
kenapa sih harus hijau, ada apa dengan hijau. Apa gunanya warna hijau. Itulah
yang sedang bergelut antara pikiran dan hati. “ Arghhhh.. apa-apaan ini kenapa
semua kenangan berwarna hijau!” . Aku frustasi, emosi, sedih, pengen marah, semua
campur aduk. “Emang kenapa kalau hijau?,itu warna kesukaanku”. “Deg”, seperti
kenal suaranya. Aku menoleh ke arah sumber suara. Seketika mataku berkaca-kaca
melihat sesosok pria didepanku. “Nathan?”, ia menatapku heran, seolah-olah tak percaya
dengan keadaan saat ini, kulihat lekat-lekat matanya mulai memanas dan berkaca-kaca.”Aksa
ra, sejak kapan kamu memanggilku dengan sebutan Nathan, seingetku itu panggilan pertama kali
kita bertemu”. Itulah pertanyaan yang ia lontarkan kepadaku.” Memang, sejak
kamu menjauh dan aku mulai tak mengenalmu seperti dulu lagi.”,bathinku. Aksa menatapku lekat seolah-olah matanya ingin
menyampaikan sesuatu. “Gimana kabarmu, sudah setahun kita gak bertemu ya?,tanyanya.
“Kalau cuma basa-basi mending kamu
pergi”,jawab dengan nada acuh tak acuh.
“Baswaaraa…”lirihnya.
Aku menoleh kearahnya dan menatapnya
lekat. Ia memejamkan mata dan tersenyum menatap lurus lapang tanah hijau nan
luas itu.
“Baswaraaa… namamu indah, baswara
artinya cahaya yang berkilau ”,ia berbalik kemudian menatapku,memandangku
lekat.
“Kamu berkilau dimataku, kamu
cahayanya sedangkan aku?, hanya dapat meredupkan seluruh cahaya mu”. Aku
tersenyum picik mendengarkannya. “Aksa Arkanathan”, lirihku. “Aksa berarti
sumbu /poros, tanpa sumbu cahaya itu gak akan menyala kemudian berkilau”.
“Baswaraaa.. lihatlah masa
depanmu”,tunjuknya ke arah lapangan yang luas. “Masa depanmu ada didepan sana,
kejarlah mimpimu jangan takut melangkah agar kamu tak terus menetap dititik
yang sama”. Ucap nya dengan penuh harapan.
“Sa-..kamu menyuruhku, meninggalkan mu?, kalau aku gak menetap.
Apakah kamu masih sama disatu titik?”,kataku dengan rasa kecewa.
Ia menatap penuh lekat, memegang pipiku
dan mengusap air mata yang tanpa ku sadari mengalir sedari tadi. “jangan pernah menangis
didepanku, peran mu didalam kehidupanku tak kan pernah terlupakan baswara”.
“Aksa bolehkah aku menjadi peran utama didalam
ceritamu?”.Ucapku dengan sesegukan sisa-sisa tangisan. Aksa menggenggam
tangan ku dan mengelus-elus nya dengan lembut. Kurasakan
sebuah kehangatan yang belum pernah kurasakan sebelum nya, ketika ia mencium
tanganku lalu ia tersenyum tulus kearah ku. “Semoga kita bertemu di titik terbaik takdir”.
Aku membuka mata perlahan-lahan dan
menyadari bahwa ini hanya “memories” yang sudah berlalu. Butiran air kristal
menetes sedikit demi sedikit dan mengalir tanpa henti.
“Ra, kamu ngapain disini sambil menangis?
Apa karena itu lagi?” .Tanya sahabat perempuanku dengan penuh kecemasan. Aku
menoleh kearahnya dengan tersenyum
getir, tak kuasa menahan tangis mengingat memories yang muncul kembali. “Ayolah
raa... lupakan, oke? Dia udah bahagia ra, dia udah bahagia!”,tegasnya.
“Kal, aku tahu mungkin aksa bahagia
tanpaku, tapi mungkinkah dia bakal lupa secepat itu?”. Akala tersenyum kearah ku dan mengelus
pelan pundak ku.
“ Ra, didunia ini kita cuma punya dua
pilihan. Bertahan atau mati secara perlahan”. Tutur akala menasehatiku.
“Kalo kata Jones Nietzsche,cintailah
takdir meski takdir itu brutal”,Jawabku tanpa menghiraukannya.
“Tapi ra-“.
“Kal pulanglah dan biarkan aku menyatu
dengan alam”. Potongku dengan penuh permohonan, akala hanya mengangguk pasrah.
Aku terus berjalan tanpa arah dengan hati yang berdarah tak ingin memperhatikan
sekitar, samar-samar langit mulai iba dengan ku, “mungkin seperi ini”, bathinku. Ku pejamkan mata dan turut
merasakannya ,”pakaian ku basah”.lirihku
tanpa membuka mata “Hujan..kau seperti hujan, aksa”. Aku membuka mataku
perlahan, tanpa disadari aku tersenyum tulus “Terimakasih hujan, kau menyisakan
serpihan luka”.
- Dihari semu dengan hati yang mendayu -
Hujan, ..
Mungkin
terlalu mudah menyimpulkanmu..
Sehingga tak
bisa menutupi seluruh laraku..
Tanpa
disadari, semua cepat berlalu..
Afsun yang
terpancar
Membuai
seluruh angan-angan
Mungkinkah
ini akhirnya?
Wiyata pun
mulai menerima amorfati..
Perlahan-lahan
ia akan menyadari.
-Petang, 24 juni 2021-Z-
|
·
Ciri Kebahasaan cerpen : |
a)
Kalimat
lampau : Ketika, belakangan ini, telah berlalu. |
b)
Kalimat menyatakan
urutan waktu: Sejak, berlalu. |
·
Struktur
cerpen: |
a)
Orientasi :”
K”( Bercetak tebal). |
b) Komplikasi : “S” ( Bercetak tebal). |
c) Resolusi
: “A”(Bercetak tebal). |
Tugas yang dikerjakan sudah bagus. Tetap semangat menulis!
BalasHapus